Ghost Hunter in Pesantren
Karya: A. Musthafa Ibrahim
Bara dan Dian
adalah sahabat akrab sejak kecil. Mereka berdua mondok di pondok pesantren Al
Huda selang 2 tahun.
Mereka berdua
terkenal di pondok sebagai “Ghost Hunter” atau pemburu hantu, karena tingkah
mereka berdua yang suka uji nyali kala waktu malam hari di hutan belakang
pondok buat nyari hantu-hantu (ulah iseng).
Suatu hari,
seusai diniyah, Bara mengajak Dian buat uji nyali lagi mumpung malam jumat.
Tepat jam 23.00 malam merekapun keluar ke hutan belakang pondok sambil membawa
senter dan tas yang berisi alat-alat.
“Enaknya, malam
ini nyari siapa? Tanya Dian membuka percakapan.
“Nyari kunti
bocil yuk” jawab Bara sambil menghadapkan jempol dan telunjuknya atas bawah.
“Ngapain? Orang
kita udah sering ketemu ama mbak kunti” sahut Dian kurang tertarik. Diangkatnya
tasnya yang agak melorot lalu melanjutkan langkahnya. Bara menyusul.
“Tapi ini yang
versi mini (kecil)”
“Menurutku gak
ada bedanya. Sama aja kuntilanak”
“Hihihiiii”
Secara
tiba-tiba terdengar suara cekikikan menakutkan dari belakang mereka. Saat
keduanya menoleh, mereka melihat sosok Wanita dengan rambut terurai
acak-acakan, berpakaian putih polos dengan wajah pucat dan mata merah menyala.
Yang pasti itu adalah kuntilanak.
“Panjang umur
mbaaak. Baru aja kami omongin soal mbak” ucap Bara sambil mengacungkan
jempolnya ke arah kunti yang melorok tajam pada mereka.
“Hantu emangnya
punya umur?” Dian malah mempertanyakan kalimat Bara barusan, seolah sama sekali
tidak terganggu dengan kehadiran makhluk menyeramkan di depan mereka.
“Heh? Eh iya
juga” ucap Bara cekikikan.
“Maafin temen
saya ini, mbak. Suka keceplosan” kata Dian sambil membungkuk sedikit.
“Iya, mbak.
Maafin saya. Kami lanjut dulu ya. Assalamualaikum” ucap Bara sambil berlalu.
Lalu keduanya melanjutkan Langkah mereka ke arah lain.
Dan sang
kuntilanak hanya bisa mematung di tempatnya hingga dua santri itu tidak nampak
lagi. Dan memang begitulah mereka berdua Ketika bertemu makhluk halus di hutan
malah dibuat tidak bisa berkata-kata. Kayaknya, dari pada dibilang uji nyali
malah lebih tepat kalau disebut ‘shilaturahim sama hantu’. Yah, paling tidak
mereka mencerminkan nama seorang santri untuk berakhlak mulia dan bersopan
santun pada siapa saja. (gak sia-sia mereka mondok. Haha).
“Eh, Bar! Lihat
itu!”seru Dian sambil menunjuk sesuatu.
“Apa??” tanya
Bara celingukan.
Dian menunjuk
ke arah rerumputan yang di sana terdapat secarik kertas tua yang ditindih batu
dengan tulisan pegon.
Bara dan Dian
berjongkok di depan batu.
“Apa ini kok
ada tulisan arabnya??” tanya Bara sambil mengambil kertas itu.
“Nggak tahu”
“Eh iya,
bagaimana kalau kita bakar saja?” usul Bara sambil menatap Dian dan
mengacungkan kertas yang sudah digenggamnya.
“Ok!” jawab
Dian menyetujui. Lalu dia mengeluarkan korek api dari ranselnya.
Setelahnya,
kertas itu mereka bakar hingga tak tersisa. Sebentar mereka menunggu apa yang
akan terjadi, namun ternyata tidak seperti yang mereka duga. Setelah abu kertas
itu hilang pun tidak terjadi apa-apa. Maka mereka memutuskan untuk Kembali ke pesantren
sebab sudah terlalu malam.
……………………………..
Keesokan
harinya saat ubrakan shubuh, hal tak terduga terjadi di pesantren.
Saat itu, Bara
dan Dian yang sedang berjalan menuju kamar mandi, keduanya melihat teman mereka
yang bernama Raka duduk di ruang kelas diniyah sendirian. Keduanya merasa ada
yang aneh dengan teman mereka itu.
“Hai, Ka!
Ngapain masih duduk di situ?? Cepetan wudhu nanti sebelum diobraki pengurus!” sapa
Bara pada Raka.
Raka menoleh
pada mereka, namun tatapannya kosong dan wajahnya pucat. Lalu kemudian anak itu
berperilaku aneh. Raka mengangkat kedua kakinya lurus kedepan kemudian kedua
tangannya digunakan menyeret tubuhnya yang masih duduk itu sambil berkata,
“Mana paramex?
MANA PARAMEX?”
“Hah??” Bara
dan Dian dibuat melongo.
“Ka! Gak usah
ngelucu deh!”
Dian menegur
Raka, namun anak itu bukannya kelihatan mendengarkan namun tingkahnya malah menjadi-jadi.
Anak itu berguling-guling sambil berteriak tidak jelas seperti orang gila.
“Nih anak
kenapa dah??” tanya Bara keheranan.
“Tau?” jawab
Dian sambil menggelengkan kepalanya.
“Ada apa ini??”
Suara pengurus yang dating menghampiri mereka.
Bara dan Dian
menoleh. Pengurus yang mengobraki shubuh sudah berdiri di belakang mereka.
“Ini pak, Raka
jadi gila” jawab Bara.
“Dey mana
adaaaa, giiiila” ucap Raka sambil menirukan suara Gopal di kartun Boboiboy
Ketika terkena efek makan biscuit Yaya.
“Ka! Kamu
kenapa? Ayo cepet wudhu!” perintah pak pengurus sambil berusaha menarik tangan
Raka.
“Aku pun tak
tau laaaa, lepas bangun tidur tadi jadi macam niiiii” jawab Raka masih sambil
menirukan suara Gopal.
“Kayaknya Raka
kesurupan deh pak” terka Dian sambil serius memperhatikan setiap perilaku aneh
Raka.
“Hush ngawur!”
bantah pak pengurus, “Nggak mungkin kesurupan, wong malah girang gini”
“Paaak! Pak
Ilhaaam! Santri-santri pondok kesurupan semua paaak!”
Suara teriakan
santri dari kejauhan. Santri itu masih berlari menghampiri mereka dengan
tergesa-gesa.
“Apaa??”
“Para santri
kesurupan paaak!”
Dengan segera,
mereka semua beranjak berlari meninggalkan Raka menuju kamar-kamar pondok untuk
mengecek keadaan para santri. Dan Ketika sampai di sana,
“Yamare-yamare.
Yamareo Platano”
“Hoo hohohoh
ohoh ohoho”
“Mbiiik,
mbiiik, mbiiik”
Sungguh sebuah
pemandangan layaknya tetater dagelan di kebun Binatang. Para santri pondok
hamper semua bertingkah tidak jelas, yang kebanyakan seperti perilaku Binatang.
“Astaghfirullah??
Ini kenapa mereka semua??” ucap pak Ilham sambil memegang kepala mereka “Baru
saja tadi saya dari sini dan mereka baik-baik saja”
“Bukan Cuma
mereka pak. Di pondok putri juga sama, banyak yang kesurupan” kata santri yang
tadi.
“Apaaa???”
Tak lama
kemudian, para pengurus melaporkan kejadian tersebut ke Abah Yai. Dan Abah Yai
yang mendapatkan laporan tersebut langsung pergi menuju kamar-kamar pondok
untuk mengecek. Kemudian, beliau mengutus para pengurus untuk mengumpulkan setiap
santri yang kesurupan kedalam beberapa kamar dan pintunya ditutup, lalu mereka
mengadakan jamaah shubuh sebentar.
Seusai jamaah,
Abah Yai memutar badan dan menghadap pada para pengurus dan para santri yang
tersisa.
“Tadi malam,
siapa yang sudah pergi ke hutan di belakang pondok?” tanya Abah Yai dengan
wajah serius.
Dari ujung
barisan, Bara dan Dian langsung angkat tangan menjawab jujur.
“Ya wes.
Sampean berdua ikut saya ke ndalem” kata Abah Yai sambil bangkit dari duduknya
“Dan para pengurus dan para santri tersisa, kalian jaga kamar-kamar yang ada
santri kesurupan tadi”
“Enggih” jawab
seluruh jamaah.
Beberapa saat
kemudian, Ketika Bara dan Dian berada di ndalem mereka ditanyai soal kertas
yang mereka temukan tadi malam. Dan saat Abah Yai mendengar jawaban mereka,
keduanya langsung didukani.
“Itu kertas
buat penangkal jin-jin yang ada di belakang pondok, malah kalian bakar??”
“Ng-Ngapunten,
Abah Yai … kami tidak tahu …”
“Hmm …” Abah
Yai menghela nafas Panjang “Ya sudah, sebagai hukuman kalian berdua saya
berikan tugas!”
Bara dan Dian
saling berpandangan.
“Tugas apa,
Yai?” tanya Dian.
“Nanti kalian
akan membantu mengusir jin-jin yang sekarang bertebaran di pondok bersama gus
Syamil” jelas Abah Yai.
Gus Syamil
adalah anak bungsu Abah Yai yang umurnya sepantaran dengan Bara dan Dian, namun
sudah memiliki kemampuan dalam hal ghaib yang sangat mumpuni, seperti menangani
orang kerasukan menerawang dan membersihkan jin jahat. Beliau juga terkenal di
pondok dan akrab dengan para santrinya.
Dan akhirnya,
dimulailah ekspedisi pengusiran jin yang bertebaran dengan liar di pondok,
antara gus Syamil, Bara dan Dian. Dengan cepat para santri yang kesurupan bisa
ditenangkan dan keadaan pondok bisa dikendalikan Kembali. Namun masalah belum
selesai, sebab bukan tidak mungkin kejadian shubuh tadi terulang Kembali sebab
para jin masih bebas berkeliaran, terutama para jin jahat yang suka mengganggu.
Pada malam
harinya, saat yang lain telah lelap tertidur, gus Syamil mengajak Bara dan Dian
menuju belakang pondok. Kemudian ketiganya berhenti saat sampai di batas area
pondok.
“Anu, gus …
saya mau tanya” ucap Bara “Gimana caranya nangkap jin di pondok? Soalnya mereka
gak kelihatan ..”
Memang,
sebenarnya Bara dan Dian jika uji nyali kadang mereka melihat hantu bukan
karena punya mata batin melainkan karena memang makhluk halusnya yang
menampakkan diri pada mereka.
“O.. gampang
aja” jawab gus Syamil.
Gus Syamil
mendekati Bara dan Dian lalu menutup mata kedua santrinya itu dengan kedua
tapak tangannya, lalu Ketika dilepas seketika pandangan Bara dan Dian menjadi
agak berwarna kebiruan dan sesaat kemudian Kembali seperti semula.
“Nah, sekarang
kalian bisa melihat mereka” ucap gus Syamil.
“Apa ini, gus??”
tanya Dian panik. Begitupun dengan Bara. Keduanya bejingkrak kebelakang sampai hamper
terjatuh.
“Kalian kubuka
mata batinnya sehingga bisa melihat makhluk halus” jawab gus Syamil.
“Kami sekarang
bisa lihat hantu, gus??” tanya Bara mengulang.
“Horeee!”
teriak Bara dan Dian bersamaan dengan kegirangan, karena akhirnya mereka bisa
melihat lebioh banyak makhluk halus dengan mata batin mereka.
“Eit, tapi
harus tetap ingat dengan misi kita lo!” ucap gus Syamil mengingatkan.
“Siap, gus!”
jawab keduanya sambil melakukan hormat.
Beberapa saat
kemudian, mereka mendengar suara berisik dari arah ndalem. Ketiganya langsung
berlari dan masuk ke ndalem lewat pintu belakang. Dan saat dihampiri asal
suaranya ternyata mereka menemukan satu tuyul yang sedang menggeledahi
laci-laci ndalem. Ketiganya mengamati si tuyul dari kejauhan.
“Gus, ayo
ditangkap tuyulnya!” ajak Bara dengan semangat.
“Nanti dulu!”
cegah gus Syamil “Kita pikir dulu gimana cara ngelabuhin si tuyul. Soalnya nanti
keburu mau ditangkap udah lari duluan tuyulnya. Larinya juga kencang soalnya”
jelasnya.
“Oh iya. Saya tahu,
gus!” seru Dian. Gus Syamil dan Bara beralih memandangnya.
Dian menarik
tas ransel yang dibawanya dan mengeluarkan boneka beruang, lalu melemparkannya
ke arah si tuyul. Seketika si tuyul tertarik dengan boneka itu dan langsung
mengambilnya lalu malah asyik bermain dengan boneka beruang itu.
“Ide bagus. Sekarang
tinggal saya yang nangkap!” kata gus Syamil sembari mengelurkan sebuah botol
kaca kecil dengan tutup sumbat kayu.
Gus Syamil kemudian membuka tutup tutup botol
tersebut dan mengarahkannya ke arah si tuyul, dan seketika tertarik kedalam
botol dan terperangkap di dalamnya.
“Wih hebat
banget, gus!” seru Bara dan Dian dengan takjub.
“Sudah, ayo kit
acari jin yang lain” kata gus Syamil sambil memasukkan kembalai botol kaca itu
kedalam saku dalamnya.
“Enggih, gus”
Setelahnya,
ketiganya melanjutkan ekspedisi pengusiran dan penangkapan jin atau makhluk
halus yang berkeliaran di pesantren. Setelah beberapa lama mereka berhasil
mengusir dan menangkap cukup banyak jin dan makhluk ghaib. Namun para makhluk
tersebut tak kunjung habis, padahal emreka sudah bersusah payah semalaman penuh
menangkap dan mengusir mereka dengan berbagai cara.
“Sebaiknya kita
istirahat sambil mikirin rencana dulu, gus” saran Dian pada gus Syamil. Dia menjatuhkan
bokongnya ke emperan mushola sambil menghela nafas panjang.
“Baiklah” jawab
gus Syamil dan ikut duduk.
“Eh bentar dulu.
Kamu enak bisa duduk, lah aku masih harus bawa ini!” protes Bara pada Dian
sambil menunjuk karung lumayan besar yang tadi dipakai untuk menangkap kuyang,
tali yang mengikat babi ngepet dan banyak barang-barang besar yang dipakai
menangkap hantu lainnya.
“Yang sabar
dulu, Bar. Nanti kalo sudah selesai itu semua kitab uang ke jurang kata gus Syamil
...” jawab Dian menanggapi gerutuan Bara.
“Ya udahlah” ucap Bara pasrah.
DUM! DUM! DUM!
Tiba-tiba
terdengar suara Langkah kaki yang sangat keras tak jauh dari Lokasi mereka
beristirahat.
DUM! DUM! DUM!
“Suara apa itu,
Gus?? Seperti suara Langkah kaki tapi keras sekali??” tanya Dian panik.
Gus Syamil
bangun dari duduknya.
“Lebih baik
kita sembunyi dulu” ajaknya.
Lalu mereka
bersembunyi di Semak-semak tak jauh dari Lokasi semula. Selang beberapa saat
kemudian muncul sosok raksasa berbulu sekujur tubuhnya dengan mata merah
menyala. Tinggi badannya hingga mencapai atap asrama pesantren lantai 2. Makhluk
itu biasa dikenal dengan sebutan genderuwo.
“It-itu
genderuwo kan, gus?” tanya Bara sambil berbisik “tapi kok besar sekali??”
“Kayaknya dia
adalah bos dari para jin dan makhluk halus yang kita usir tadi” tebak gus Syamil.
“Iya juga. Kalo
di dalam game-game giu kalo kita ngalahin bos musuh biasanya nanti prajuritnya
juga ikutan mati. Yang berarti kalo semisal kita berhasil mengusir bos genderuwo
ini sama dengan hantu yang lain akan ikutan pergi” ucap Dian Panjang lebar.
“Kemungkinan
besar bisa jadi begitu” kata gus Syamil menanggapi hipotesa yang disampaikan
Dian tadi “baiklah kalo begitu …”
Gus SYamil
kemudian mengeluarkan sesuatu dari bawah sarungnya, lalu terlihatlah sebuah
sandal swallow kuning yang bercahaya.
“San-sandal ap
aitu, gus? Kok bisa bersinar begitu??” tanya Dian penasaran bercampur takjub
dan sekaligus kaget. Kenapa harus sandal swallow? Tanyanya dalam hati.
“Ini senjata
ultimate pengusir makhluk halus sakti milik saya. Jika ada makhluk halus atau
jin yang terkena tapukan sandal ini makai a akan langsung lenayp!” jelas gus Syamil.
“Wow!!” suara
Bara dan Dian terkagum.
Ketiganya lalu
keluar dari persembunyian mereka lalu berjalan menghadapi bos genderuwo.
“Berarti kita
tinggal lempar sandal ini ke genderuwo itu dan ia kan langsung lenyap, gus?”
tanya Dian mengulang.
“Ah, masa’ sih?”
tanya genderuwo ikut terheran sambil mengamati sandal swallow bercahaya itu.
“Lho jangan remehkan
barang sakti gus Sya..”
“Lah?!!!!”
suara gus Syamil, Bara dan Dian bersamaan terkaget melihat sosok bos genderuwo sudah
berjongkok dan menyorongkan kepalanya pada mereka.
“Gus! Lempar sandalnya!!”
teriak Bara panik.
‘WILIIING’
Sandal swallow
dilemparkan gus Syamil ke arah wajah genderuwo. Sandal kuning itu berputar
hebat dan melesat kedepan. Namun genderuwo itu malah dengan mudah
menghindarinya.
“Eits tidak
kena! Hahaha” ledek genderuwo itu sambil tertawa terbahak-bahak dan Kembali berdiri.
Bos genderuwo
lalu bersiap akan menyerang mereka bertiga. Namun tak disangka sandal kuning
yang meleset tadi justru berputar balik layaknya boomerang mengarah Kembali pada
bos genderuwo dan …
‘PLAK!!’
Sandal swallow
gus Syamil tepat mengenai kepala bos genderuwo dengan keras.
“Aaakkhhh”
teriak bos genderuwo, dan lalu ‘buuushh’ seketika genderuwo itu lenyap. Dan di
waktu yang bersamaan, dari berbagai arah para jin dan makhluk halus yang
tersisa juga seketika ikut menghilang.
Pada akhirnya
kasus kesurupan masal di pondok menghilang karena para jin dan makhluk halus
telah lenyap. Kemudian Abah Yai Kembali memasang ulang segel di belakang
pesantren berupa kertas bertulis aksara pegon dan menindihnya di bawah batu. Lalu
beliau kali ini benar-benar menutup total area belakang pondok sehingga tidak aka
nada lagi yang iseng bermain di sana.
Dan Bara serta
Dian pun selamat dari hukuman takzir karena telah berhasil mengusir para
makhluk halus tersebut.
Sekian.
Komentar
Posting Komentar