Depresi
Pondok
pesantren Adnan Al Charish biasanya dipenuhi dengan canda tawa dan semangat
belajar para santrinya. Namun, di sudut yang sedikit terpencil, ada seorang
santri putri yang menjadi korban bullying.
"Hei,
kau lihat Fatimah? Dia benar-benar jelek, ya! Pantas saja tidak ada yang mau
berteman dengannya," ejek Dina, salah satu santri putri.
"Iya,
benar! Dia seperti monster, dengan wajah yang menakutkan itu," timpal
Siti, teman Dina.
Fatimah
hanya bisa menundukkan kepala, menahan air mata yang siap tumpah kapan saja.
Hatinya terluka mendengar hinaan teman-temannya.
"Sudahlah,
jangan dekat-dekat dengannya. Nanti kita ikut jelek," kata Dina, kemudian
mereka pergi meninggalkan Fatimah sendirian.
Hari
demi hari, Fatimah terus menjadi korban bullying. Teman-temannya tak hanya
mengejek, tapi juga mengucilkannya. Fatimah semakin terpuruk dan merasa dirinya
tidak berharga.
Hingga
suatu hari, Fatimah benar-benar tak tahan lagi. Dia meledak dalam amarah dan
menyerang teman-temannya.
"Kalian
semua jahat! Kenapa kalian selalu mengejekku dan mengucilkanku?!" teriak
Fatimah sambil menangis histeris.
Dina,
Siti, dan beberapa santri lainnya panik dan segera berlari menyelamatkan diri.
"Tolong,
Kiai! Fatimah mengamuk!" seru mereka sambil menuju ke rumah Kiai
Saifuddin.
Kiai
Saifuddin, yang sedang mengaji, terperanjat mendengar teriakan para santri. Dia
segera melerai Fatimah dan membawa gadis itu ke rumahnya.
"Fatimah,
tenangkan dirimu. Apa yang terjadi?" tanya Kiai dengan lembut.
Fatimah
terisak-isak. "Mereka selalu mengejekku dan mengucilkanku, Kiai. Hati saya
sakit sekali."
Kiai
Saifuddin menghela napas. "Baiklah, suruh mereka semua kemari. Kiai ingin
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi."
Tak
lama kemudian, Dina, Siti, dan beberapa santri lainnya datang dengan wajah
pucat pasi.
"Apa
yang kalian lakukan pada Fatimah?" tanya Kiai dengan tegas.
Dina
dan yang lain tertunduk malu. Akhirnya, mereka mengakui semua perbuatan mereka.
"Kami...
kami memang sering mengejek dan mengucilkan Fatimah, Kiai. Kami bilang dia
jelek dan tidak pantas berteman dengan kami," ujar Dina dengan suara
gemetar.
"Kalian
tahu bahwa perbuatan kalian itu sangat salah, bukan? Kalian sudah menyakiti
hati Fatimah," tegur Kiai Saifuddin.
"Kami
minta maaf, Kiai. Kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Siti
dengan penyesalan.
Kiai
Saifuddin mengangguk. "Baiklah, kalian semua harus meminta maaf langsung
pada Fatimah. Dan mulai sekarang, kalian harus bisa menerima Fatimah apa
adanya."
Satu
per satu, mereka mendatangi Fatimah dan meminta maaf dengan tulus. Fatimah
awalnya ragu, tapi akhirnya memaafkan mereka.
Sejak
saat itu, Fatimah mulai diterima dengan baik oleh teman-temannya. Mereka
belajar untuk saling menghargai dan tidak lagi menjadikan penampilan sebagai
alasan untuk membully orang lain.
Pondok
pesantren Adnan Al Charish pun kembali menjadi tempat yang harmonis, di mana
semua santri saling menjaga dan mendukung satu sama lain.
Komentar
Posting Komentar