Kisah Inspiratif dari Manga Bakuman bagi Santri Pesantren

Oleh:

Moh. Kholil Mughofar, S.Pd.

(Guru Mapel Shorof dan Jurnalistik)


Di tengah kesibukan menuntut ilmu agama di pesantren, seringkali kita lupa akan pentingnya mengembangkan minat dan hobi kita. Namun, manga Bakuman, karya fenomenal Tsugumi Ohba dan Takeshi Obata, dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.

Bakuman berkisah tentang dua orang murid SMP yang sudah menginjak kelas 9, Moritaka Mashiro dan Akito Takagi. Kedua pelajar tersebut sama-sama bermimpi menjadi mangaka. 

Sebenarnya, pada awalnya Mashiro sama sekali enggak kepikiran untuk jadi mangaka, apalagi setelah segala yang terjadi kepada pamannya yang bukan mangaka populer, dia jadi melupakan mimpi masa kecilnya menjadi mangaka. 

Setelah Takagi melihat gambar coret-coretannya di buku catatan sekolah, Takagi pun antusias mengajak Mashiro menjadi mangaka, dengan dirinya sebagai penulis cerita. Akhirnya, dimulailah kolaborasi Mashiro dan Takagi sebagai mangaka saat keduanya berusia 14 tahun.

Lalu, apa saja Pelajaran berharga yang bisa kita petik dari manga tersebut?

Pertama, kenali dirimu sendiri. Moritaka dan Akito menyadari bahwa mereka memiliki bakat dan passion dalam menggambar dan menulis. Ketika kita menemukan sesuatu yang benar-benar membuat hati kita bergetar, itulah tanda bahwa kita telah menemukan hobi yang tepat.

Meski dalam manga sang tokoh utama memiliki motivasi tambahan selain memang itu adalah hobi mereka. Moritaka membuat perjanjian dengan gadis yang disukainya akan menikah saat dirinya telah sukses sebagai mangaka dan si gadis sukses sebagai seiyu (pengisi suara). Sedang Akito termotivasi untuk menjadi kaya raya lewat menggeuti hobinya itu meski dia siswa SMP dengan nilai tertinggi Tingkat nasional.

Di dunia nyata, mungkin di antara kalian ada yang memiliki hobi bermain bola atau hobi menyanyi, dan merasa kalau memang punya kelebihan dalam hal-hal tersebut, maka jangan ragu untuk mengembangkannya. Entah apapun motivasi kalian, hobi-hobi itu ibarat modal besar yang tidak boleh kalian biarkan lewat begitu saja.

Saya sendiri memiliki beberapa hobi, diantaranya menulis. Yang membuat saya mengenali hobi ini adalah saat membaca puisi karya KH. Zawawi Imron Madura yang digubah untuk hari wafatnya KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan judul “Ode buat Gus Dur”. Sungguh puisi yang sangat indah bagi saya dan membuat saya betl-betul jatuh hati dengan dunia tulis-menulis.

Saya menekuni hobi ini sejak tahun 2011 lampau, dengan motivasi yang luar biasa muluk saat itu. Bisa menerbitkan novel dan mendulang kekayaan dari sana. Dan tentu saja bayangan itu (masih) sebuah angan yang sampai saat ini belum terwujud, akan tetapi hobi yang sudah saya asah itu tidak berarti berlalu percuma. Nyatanya saat ini saya diberi jam jurnalistik (meski pada dasarnya anak-anak saya ‘suruh’ belajar sendiri), juga memperoleh jalan rezeki dari bidang ini, bahkan alhamdulillah lebih dari mencukupi untuk keluarga saya.

Kedua, jangan takut untuk memulai. Meskipun Moritaka dan Akito menghadapi banyak rintangan, mereka tetap bertekad untuk mengejar impian mereka. Begitu pula dengan hobi kita, jangan biarkan rasa takut atau keraguan menghalangi kita untuk memulainya.

Saat Mashiro dan Takagi pertama kali mencoba mengirim karya mereka ke Jump dan bertemu editor Akira Hattori, karya mereka tidak langsung diterima. Bahkan, setelah itu beberapa kali mereka juga mengajukan naskah, tetapi ditolak juga. Perjuangan yang tidak cuma sekali itu membuktikan bahwa untuk meraih mimpi memang tidak boleh takut gagal. Juga perlu kerja keras. Jangan langsung putus asa saat gagal sekali. 

Tentu saja, sejak awal mereka berdua sudah punya ketakutan jika ditolak, dan meski ketakutan mereka itu terbuktipun sama sekali tidak membuat mereka jera, dan justru semakin bersemangat membuat naskah dengan cerita baru yang lebih bagus.

Saat kalian mendapat tugas menulis cerpen misalnya, ada ketakutan saat mau mengumpulkan. Khawatir jika disebut jelek dan sebagainya. Padahal ketakutan itu muncul dari kalian sendiri. Tahukah kalian kalau setiap tulisan akan menemukan pembacanya sendiri. 

Tahukah kalian, bahwa novel Harry Potter awalnya ditolak para penerbit karena dianggap aneh dan jelek, sebab saat itu cerita tentang sihir sangat tidak popular. Namun nyatanya novel karya JK Rowling itu akhirnya menemukan pembacanya dan menjadi salah satu novel terlaris sepanjang masa!.

Ketiga, tekun dan tidak menyerah. Menjadi mangaka profesional membutuhkan kerja keras dan kesabaran yang luar biasa. Moritaka dan Akito rela menghabiskan berjam-jam setiap hari untuk menggambar dan menulis demi mencapai tujuan mereka. Jika kita ingin mengembangkan hobi, siap-siaplah untuk bekerja keras dan tidak menyerah.

Moritaka dan Akito memulai debut mereka saat masih duduk di kelas 9 SMP shingga mereka menghabiskan sebagian besar waktu di luar sekolah mereka untuk membuat manga yang mereka tawarkan ke Shuesa. Sehingga, saat di sekolah mereka sudah tidak punya tenaga lagi. Bahkan saat pertama kali diserialisasi, Moritaka harus masuk rumah sakit sebab kurang istirahat, dia dituntut untuk menggambar target puluhan halaman tiap pekannya hingga harus menjalani operasi.

Jika kalian selama ini baru kesusahan sedikit saja sudah menyerah, maka betapa kurangnya daya ledak kalian dalam meningkatkan diri kalian. Mumpung masih usia remaja, gunakanlah sepenuhnya untuk mengembangkan hobi kalian. Selalu ikut sepak bola setiap bakda takror, terus ikut tampil di pentas saat khitobiyah dan jangan mau diam saat majelis Bahtsul Masail. Mungkin saja di antara kesemuanya itu kalian bisa menemukan hobi yang cocok dan menjadi modal besar kalian di masa depan.

Keempat, nikmati perjalanannya. Meskipun Moritaka dan Akito menghadapi banyak tantangan, mereka tetap mencintai proses kreatif mereka. 

Pada awalnya, keduanya membuat naskah manga dengan genre battle manga yang memang sudah popular. Sebut saja One Piece, Naruto, Jujutsu Kaisen, Bleach dan lain-lainnya. Kesemuanya termasuk dalam battle manga. Namun ternyata naskah mereka yang berjudul Two Earth yang mereka buat selama 2 bulan penuh itu ditolak dan mereka disuruh membuat naskah baru.

Akhirnya mereka berdua memilih untuk menulis dan menggambar ulang two earth, hanya dalam beberapa minggu mereka sudah menyelesaikan Two Earth versi baru yang lebih baik dan akhirnya berhasil masuk kedalam majalah shonen jump bahkan mereka berhasil mendapatkan penghargaan sebagai pendatang baru terbaik.  Namun Two Earth belum bisa mendapatkan serialisasi karena penilaian dari pembaca yang masih kalah dengan manga lain.

Selanjutnya, mereka meneliti di mana letak kesalahan mereka, dan akhirnya menemukan kalau bakat menulis Akito bukan dalam manga populer, namun justru dalam manga anti mainstream. Maka kemudian mereka membuat naskan berjudul Money and Intelegent yang mengusung tema future fiksi. 

Money and Intelegent menceritakan tentang suatu zaman di masa depan di mana seseorang dapat membeli pengetahuan dengan uang atau menjual pengetahuan yang mereka miliki untuk mendapatkan uang. Dengan naskah manga ini mereka berdua akhirnya mendapat serialisasi, meski setelah berjalan beberapa chapter poling manga mereka  anjlok dan akhirnya harus diakhiri.

Setelah kembali gagal dengan money and Intelegent Mashiro dan Takagi menjadi sedikit frustasi apalagi editor kepercayaan mereka tak bisa lagi membimbing mereka karena pihak shonen jump mengantikannya dengan editor baru yang belum terlalu berpengalaman.

Mashiro terus mencoba mengasah kemampuan menggambarnya dan Takagi mencoba mencari ide cerita baru namun pikirannya telah buntu. Ia tak bisa membuat cerita baru dalam waktu yang lama sehingga membuat mashiro sedikit kecewa hingga akhirnya mereka sempat berpisah. 

Dan lalu akhirnya bersatu kembali dengan sebuah ide cerita baru berjudul DETECTIVE TRAP, bercerita tentang 3 orang detective bertopeng yang menjebak para pelaku kejahatan untuk mengungkap kejahatannya sendiri.

Detective Trap benar-benar menarik minat pembaca dan akhirnya berhasil mendapatkan serialisasi bahkan berhasil menyaingi popularitas dari CROW karya Nizuma Eiji, mangaka jenius rival abadi mereka. 

Mashiro dan Takagi Nampak sangat menikmati perjuangan mereka hingga berhasil memperoleh kepouleran. Begitu pula dengan hobi kita, jangan lupa untuk menikmati setiap langkah dalam pengembangannya.

Sebagai santri pesantren, kita memang memiliki kewajiban utama untuk belajar ilmu agama. Namun, bukan berarti kita tidak boleh memiliki hobi. Justru dengan memiliki hobi, kita dapat menyeimbangkan kehidupan rohani dan jasmani kita. Hobi dapat menjadi sarana untuk menyalurkan kreativitas, melepas penat, dan menemukan kebahagiaan.

Jadi, santri-santri pesantren, jangan takut untuk menemukan dan mengembangkan hobi kalian. Ambillah inspirasi dari Bakuman, dan temukan panggilan hati kalian. Siapa tahu, hobi yang kalian kembangkan dapat menjadi berkah dan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. (MKM)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemilihan OSIS Baru di SMP Plus Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro

Semangat Kebersamaan Warnai Upacara Hari Guru di SMP Plus Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro

Upacara Hari Pahlawan 2024