Sarung Tangan Ajaib

Cerpen Terbaik Kelas 7

Karya: Ghiyats Dz N, Nabhan Nur A & Andrean F.



Hari jumat, saat jam 11.46 WIB, Fian, seorang santri hendak ke masjid Al Istiqomah Ngumpakdalem untuk sholat jumat. Melewati gerbang dan berangkat ke selatan pondok. Dia mempercepat langkah kakinya lantaran sudah terdengan adzan. 

Lokasi masjidnya memang tidak jauh dari pesantren, hanya 200 an meter saja. Cukup dengan berlari kecil Fian masih bisa menangi qobliyah jumat.

Usia seluruh rangkaian jumatan, dia bergegas keluar. Cukup ramai sehingga sampai ada petugas keamanan yang menyeberangkan jamaah yang rumahnya di seberang jalan raya. Sedang para santri MMI cukup menyusuri trotoar saja sebab pondoknya di barat jalan.

Belum sampai pesantren, Fian terhenti lantaran melihat ada seorang kakek-kakek yang Nampak kesulitan hendak menyeberang ke timur. Mengapa pula beliau tidak menyeberang di sebrangan masjid tadi saja?

“Kek, mau menyeberang?” Tanya Fian sopan.

Si kakek menoleh dan tersenyum “iya, nak. Bisakah kamu membantu kakek?” kakek balik bertanya.

“Bisa, kek”

Fian melambaikan tangan untuk memberi isyarat kendaraan dari arah selatan memelankan lajunya, lalu mereka menyeberang dengan bergandeng tangan. Sesampai di seberang Fian hendak langsung kembali ke barat, namun ditahan oleh si kakek. Dia menyodorkan sebuah barang ke Fian. 

“Ini nak, sarung tangan sebagai hadiah terimakasih dari kakek”

“Ndak usah repot-repot kek” Fian menolak halus dan mendorong pelan pemberian kakek itu.

“Ndak papa, terima saja” si kakek menyodorkan kembali barangnya, namun kali ini dengan agak memaksa, “ini sarung tangan ajaib lo”

Fian mengernyitkan dahinya demi kalimat kedua kakek tadi, “masak, kek??”

“Lho gak percaya…” ucap si kakek “jika orang yang menggunakan ini menjentikkan jarinya, maka waktu akan berhenti seketika!”

Fian tersenyum saja demi mendengar ucapan si kakek. Namun agar menyenangkan hatinya, dia iseng saja mau mencobanya.

“Boleh saya coba, kek?”

“Silahkan lo” jawab kakek sumringah. Dia serahkan sarung tangannya. 

Fian menerimanya dan langsung memasukkan tangan kanannya kedalam. Namun dia tidak merasakan apapun. Sama seperti sarung tangan biasa. Fian beralih melihat si kakek, si kakek memberinya isyarat untuk segera mencoba menjetikkan jarinya.

“TICK!” Fian menjentikkan jarinya. Dia melihat si kakek kembali. Si kakek tersenyum. “Lihatlah sekitarmu!” perintahnya.

Fian menengok, jalan raya sepi. Di seberang, beberapa temannya benar-benar berhenti. Bahkan beberapa santri kakinya terhenti di atas, belum sampai menyentuh tanah. Ditengoknya sepanjang jalan raya. Seluruh kendaraan benar-benar terhenti. Bahkan hembusan angina pun tidak ada. Waktu benar-benar tidak berputar lagi.

Fian menghadap si kakek dengan sumringah, “Keren sekali kek!”

“Jentikkan lagi agar waktunya kembali jalan!” perintah si kakek.

“TICK!” Fian kembali menjentikkan jarinya. Dilihatnya seluruh lalu -alang kembali bergerak. Jalan rayapun kembali penuh dengan seliweran laju kendaraan. 

“Baik saya ambil ke…. Lho??”

Si kakek sudah tidak ada di hadapannya. Kemana perginya??? Di carinya kemana saja, namun si kakek benar-benar hilang.

Termenung sesaat, lalu dia masukkan sarung tangan itu ke balik bajunya dan kembali menyeberang. Melanjutkan berjalan namun tidak langsung kembali ke PP. Fian ingin mengisi perutnya dahulu.

……………………

“Teng teng teng ….”

Suara kenteng tiga kali pertanda jamaah sholat ashar akan segera didirikan. Fian bergegas meletakkan sandalnya ke kotaknya. Sembunyi-sembunyi dia juga menyimpan sarung tangan pemberian si kakek misterius tadi. Kemudian dia beranjak menuju ke jading untuk mengambil air wudhu. Masuk ke mushola pondok dan ikut berjamaah.

“Yan, tolong belikan saya Rinso!” pinta kang Musthofa, salah satu pengurus.

“Siap kang!” jawab Fian semangat. Kang Musthofa termasuk pengurus yang berdamai dengan paa santri, sehingga jika dia yang menyuruh maka mereka akan dengan senang hati menuruti. Berbeda jika pengurus yang lain yang meminta.

“Beli yang sepuluh ribu, dan pewanginya yang lima ribu” kata pak Bahrul sembari menyodorkan uangnya. Fian langsung menerimanya dan kemudian bergegas kembali ke kamar untuk mengambil sandal. Terpikir olehnya untuk membawa kaos tangannya tadi, entah nanti mau dipakai ataupun tidak. Lalu dia berjalan ke gerbang.

Dan sesuai perintah pak Bahul tadi, dia membeli rinso dan pewangi di took pak Khoiron Mufid yang lokasinya di seberang utara pondok. Beliau salah satu guru sepuh di madrasah diniyah.

Rampung belanja, Fian bergegas balik. Jalan raya sangat ramai. Ditambah lagi hari jumat banyak yang sambangan, sehingga ada banyak lalu lalang wali santri di sepanjang trotoar dan bagian depan pondok.

“Tiiiiiiiiittttttt!!!!!!!”

Suara bel panjang sekali. Ada seorang ibu-ibu sepuh yang terjatuh di tengah jalan, sedang dari arah selatan sebuah truk melaju sangat kencang dengan deritan roda yang direm kuat. Orang-orang berteriak.

Fian reflek mengeluarkan sarung tangan dan memakainya. Cepat-cepat dijentikkannya jarinya. 

“TICK!”

Dan waktupun terhenti, tepat saat bamper truk itu hanya beberapa senti dari badan si ibu. Cepat-cepat dia bopong badan si ibu kembali ke barat, lalu dia menjauh menuju gerbang. Dan dari kejauhan dia jentikkan kembali jarinya,

“TICK”

Waktu kembali berjalan seketika. Laju truk itu terhenti juga. Ada jejak deritan hitam panjang di aspal. Si supir berlari keluar dan mencari orang yang mau ditabraknya. Namun dia kebingungan sebab si ibu sudah tidak ada. Si ibunya sendiri bingung, entah bagaimana dia tiba-tiba sudah terduduk di trotoar jalan. Dan Fian pergi begitu saja seolah tanpa mengetahui apapun.

“Keren sekali sarung tangan ini” batinnya sambil memegangi sarung tangannya dari balik baju. 

Dia sumringah sebab baru saja membantu menyelamatkan nyawa orang. Impiannya untuk menjadi super hero benar-benar kesampaian.

Berjalan kembali ke kamar. Tiba-tiba dari dalam kamar, Andre, teman satu kamarnya, berlari keluar dengan wajah panik. 

“Ada apa????”

Andre masih terengah-engah sambil memegangi lututnya, “tadi… ada sosok anak kecil hanya bercelana dalam mengambil uangku”

“Hah? Anak kecil bercelana dalam??” Fian terheran-heran dengan jawaban temannya itu. “Maksudnya??”

“Lah? Kamu tadi tidak melihat ada anak kecil yang berlari melewatimu??” Andre malah bertanya balik.

Belum sempat menjawab, dari belakang Fian ada yang menjawabnya dahulu, “Itu tadi tuyul”

Fian menoleh. Di belakangnya tiba-tiba sudah ada Ghiyats, teman sekamar mereka juga. Ada banyak yang berkata kalau dia anak indigo. Sejak kecil bisa melihat hal-hal ghaib. Namun itu sebatas rumor yang beredar di kalangan santri pondok.

“Sejak kapan kamu di sini???”

“Baru saja” jawab Ghiyats. Dia berjalan ke depan lalu menghadap pada mereka “Uangmu tadi diambilnya kan? Berapa?” tanyanya pada Andre.

“Eh? 150 ribu, uang bolehku sambangan tadi pagi...”

“Mau kita tangkap?”

“Tangkap??” Fian mengulang perkataan Ghiyats, “maksud kamu menangkap tuyul??” 

“Pakai sarung tanganmu!”

Fian kaget. Bagaimana Ghiyats tahu kalau dia punya sarung tangan. Sedang Andre hanya plonga-plongo tidak faham dengan pembicaraan kedua temannya itu.

“Pakai saja sekarang” perintah Ghiyats “Aku tahu kamu sudah diberi sarung tangan oleh kakek”

Fian masih belum sepenuhnya percaya dengan perkataan Ghiyats itu, namun tetap dikeluarkannya dan memakainya langsung.

“TICK!”

Waktupun berhenti. Andre sudah tidak bergerak lagi, pun seluruh waktu di PP. Namun, Fian melihat kalau Ghiyats tidak terpengaruh dengan kekuatannya. Anak itu malah berjalan biasa.

“Ayo kita tangkap tuyulnya”

“Eh?” Fian bergegas mengikutinya. Mereka berjalan terus melewati koperasi, menuju ke kamar mandi. Lalu Ghiyats memasuki salah satu bilik dan menunjuk ke arah pojokan.

Dan benar, Fian melihat sosok anak kecil bercelana dalam sedang memegang lembaran uang mematung tak bergerak.

“Ayo kita tangkap” ucap Ghiyats sembari mengeluarkan sebuah botol kecildari sakunya. 

Fian menurut. Dia coba memegang bangsa jin itu dengan sarung tangannya, dan ternyata bisa. Namun saat dia mencoba memegang dengan tangannya yang satu lagi, tangannya hanya menembus melewatinya saja.

Ghiyats meraih uang yang dipegang tuyul itu, “masukkan kesini”  katanya sambil menyodorkan botol yang sudah terbuka.

Fian hanya menurut. Dan ditariknya badan tuyul itu kemudian diarahkannya ke mulut botol. Dan tuyul itu terdsedot sendiri kedalam. Ghiyats kemudian menutupnya kembali. Kemudian mereka berdua melangkah kembali ke asrama.

“Hei, bagaimana kamu tahu kalau aku mendapat sarung tangan dari kakek??”

“Aku tadi siang melihatmu menerimanya saat pulang jumatan”

“Eh?? Lalu bagaimana kamu kenal si kakek??” Tanya Fian mengejar. Dia ingin tahu lebih dalam.

“Kemampuan indigo ku juga kudapat dari kakek, waktu kecil dulu” jawabnya tanpa menoleh, “meski sebenarnya aku tidak boleh menceritakan pada siapapun tentang hal ini, atau sesuatu yang buruk akan terjadi”

“Eh??? Bukannya dia baru saja memberitahukannya??” batin Fian.

DUARRRRRR!!!!!!

Tiba-tiba ada suara ledakan yang dahsyat sekali dari atas. Fian mendongak. Langit tiba-tiba menghitam kemudian petir menyambar dengan dahsyat. Dia sampai terjatuh sebab saking kerasnya hantaman petir-petir itu.

“Ada apa ini?????”

Fian panik. Petir-petir itu terus menyambar, dan semakin mengarah padanya seolah memang dia yang mau mereka serang. Dan beberapa saat kemudian Fian baru tersadar kalau Ghiyats ternyata sudah tidak ada. Kemana? 

“Ampuuuun! Toloooong!”

“Yan! Bangun, Yan!!!”

Fian terbelalak. Dilihatnya sekeliling. Dia ada di masjid. Orang-orang ramai mengerubunginya. Sedang di hadapannya, Andre dan Ghiyats sedang memeganginya. “Eh???” Apa dia masih di masjid? Berarti tadi hanya mimpi? Keras-keras Fian menghempaskan badannya ke lantai tanpa memperdulikan orang-orang di sekelilingnya yang sedang kebingungan.

“Alhamdulillah …. Hanya mimpi” ucapnya lega. Lalu dia bangun dan kembali duduk. Khutbah masih dibacakan. Orang-orangpun bubar dan kembali ke tempat mereka dengan masih ngedumel. Sedang Fian masa bodo dan hanya senyam-senyum. Syukur hanya mimpi.

“Nak” suara dari belakang. 

Ada yang menjawil bahunya. Segera Fian menoleh. Dan apa yang dilihatnya? Si kakek sedang duduk di belakangnya sambil tersenyum. Fian terbelalak dan dibuatnya shock, lalu nggeblak begitu saja.

Selesai.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemilihan OSIS Baru di SMP Plus Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro

Semangat Kebersamaan Warnai Upacara Hari Guru di SMP Plus Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro

Upacara Hari Pahlawan 2024