Rumah Tak Bertuan

Karya:

M. Alfan Haris

(Guru Mapel B. Indonesia kelas 7)



 Suara musik mengalun pelan, menemani indahnya malam bertabur bintang. Dentuman besi bertemu dengan besi menghasilkan suara gamelan menambah kesan mistis pada malam itu. Memang, di desa terpencil di sebelah barat kota Bojonegoro sedang berlangsung pertunjukkan seni Ludruk.

Pertunjukkan yang diadakan untuk memperingati hari jadi desa Sumberejo kecamatan Trucuk kabupaten Bojonegoro yang ke 23. Sebuah pertunjukkan yang ramai diminati warga desa termasuk Hartono dan Muhsin, pemuda desa tersebut.

Hartono dan Muhsin adalah seorang pemuda asli desa Sumberejo. Hartono berperawakan tinggi kurus dan agak berkumis tipis, sedangkan Muhsin bertubuh agak kekar dan wajah yang agak bulat.

Mereka berdua dengan khidmat menikmati alunan gamelan dan kendang yang memang bertugas untuk memeriahkan seni Ludruk agar lebih enak untuk dilihat. Hartono sesekali bergoyang, mengikuti alunan kendang dan suara sinden yang merdu serta nyaman di dengar.

Ketika Hartono tengah sibuk melenggak-lenggokkan tubuhnya, tangan kekar Muhsin menepuk pundak Hartono dengan agak keras.

“Heh, Hartono!!” Ucap Muhsin sembari menepuk pundak Hartono.

“Ada apa to, lagi enak ini lo” Jawab Hartono agak kesal.

“Sini dulu to dengerin aku, tak kasih tau!!” Seloroh Muhsin menawarkan.

“Halah, yha wes ada apa to?” Jawab Hartono agak sedikit kesal dan penasaran.

“Aku mau beli rokok, tapi dompetku ketinggalan di rumah, anterin aku dong!”

“Halah kamu kaya anak kecil aja, pergi sendiri sana” Jawab Hartono kesal.

“Aku ndak berani, rumahku itu lewat rumah kosong itu lo, takut aku”

“Alaah yha udah ayoo lah!!” Jawab Hartono sembari beranjak dari tempat duduknya dengan wajah agak sedikit kesal.

Hartono dan Muhsin akhirnya memutuskan untuk beranjak sejenak dari tempat mereka melihat dan menikmati seni Ludruk dan menuju ke rumah muhsin untuk mengambil dompet. Suasana malam di desa Sumberejo lumayan ramai karena ada pertunjukkan seni Ludruk.

Tidak seperti biasanya yang sudah sangat sepi meskipun baru jam 08.00 malam. Hartono dan Muhsin berjalan pelan sembari berbincang ngalor ngidul, bercerita tentang sibuknya pekerjaan mereka sebagai petani, dan tak lupa juga mereka berkhayal dan memilih sinden mana yang cocok dengan mereka ketika melihat pertunjukkan seni Ludruk tadi.

Di tengah asyiknya perjalanan mereka, tiba-tiba langkah Muhsin terhenti. Muhsin menengok sebuah rumah. Rumah yang bangunannya sudah setengah hancur.

Rumah itu dulunya dihuni oleh suami istri dan satu anak, kemudian sang suami meninggal, Ibu serta anaknya memtuskan untuk meninggalkan rumah terseburt, dan kini rumah itu kosong tak berpenghuni sejak 10 tahun yang lalu. Muhsin menelan ludah, tertegun sejenak sambil melihat kearah rumah itu.

“Heh, ada apa to” Bentak Hartono menyadarkan Muhsin

“Aku takut banget kalau lihat rumah ini, serem banget” Jawab Muhsin dengan nada takut

“Halah ndak ada apa-apa gitu lo, yha udah ayo lanjut jalan” ajak Hartono

Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah Muhsin.

Muhsin kini sudah membawa dompetnya. Rasa lega dan bisa beli rokok membuat dia sangat bahagia. Masih bersama Hartono, Muhsin berjalan pelan menuju tempat seni Ludruk digelar. Mereka tidak sabar melihat tingkah kocak dan keren para pemain Ludruk. Di tengah perjalanan tiba-tiba Hartono berteriak kencang.

Samber gledek!, apa ituu??” pekik Hartono dengan nada getar.

Tak hanya Hartono, Muhsin pun ternyata juga merasa kaget.

Iku opooo haaaarrr” Muhsin menyambut nada getar Hartono

Hartono dan Muhsin melihat sesuatu yang sama. Sosok legam hitam berdiri tegak tak jauh dari mereka, tubuhnya tingi besar dengan mata siluet marah memancarkan kemarahan.

Sosok itu menunjuk ke arah lapangan yang dijadikan tempat pertunjukkan seni Ludruk. Hartono dan Muhsin tak bisa berkata apa-apa, hanya diam dan melihat. Sosok itu tiba-tiba menengok kearah Muhsin. Seketika Muhsin lari dengan sekuat tenaga dan meninggalkan Hartono.

Heh demit!, nyingkreh kowe!!!” bentak Hartono.

Sosok yang dibentak Hartono tidak bergeming sekalipun, wajah seramnya bertambah terlihat marah, seketika Hartono juga lari terbirit-birit layaknya Muhsin.

Keesokan harinya. Hartono dan Muhsin menceritakan peristiwa mistis yang dialaminya kepada kyai.

“Itu setan yang tidak suka kalau desa kita mengadakan seni pertunjukkan Ludruk seperti itu, tapi tidak usah risau, kita tidak perlu takut, toh acaranya juga tetap berjalan to” ucap pak kyai menjelaskan.

Hartono dan Muhsin mengangguk pelan. Kejadian itu adalah kenangan termistis yang pernah mereka alami, dan tentunya bersama misteri yang ada di dalam rumah kosong tak bertuan. (Selesai)

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemilihan OSIS Baru di SMP Plus Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro

Semangat Kebersamaan Warnai Upacara Hari Guru di SMP Plus Maulana Malik Ibrahim Bojonegoro

Upacara Hari Pahlawan 2024